04 Agustus, 2014

Jokowi dan Revolusi Mental (2)

PR terberat (dan tentu saja penting) Capres Jokowi jika terpilih menjadi Presiden untuk 5 (lima) tahun ke depan adalah merevolusi mental masyarakat Indonesia. Dengan nada agak pesimis, Kompas edisi Senin 20 Juni 2011, hal 1 mengatakan “Kerusakan moral bangsa ini sudah dalam tahap yang sangat mencemaskan karena terjadi hampir di semua lini, baik di birokrasi pemerintah, aparat penegak hukum, maupun masyarakat umum. Jika kondisi ini dibiarkan, negara bisa menuju ke arah kehancuran...” Senada dengan itu, editorial Media Indonesia, Kamis 29 Juni 2014 bahkan menegaskan tanpa revolusi mental Indonesia bakal menjadi ‘Negara gagal’.
Kendati kedua media besar ini tidak memberikan solusi bagaimana caranya agar Indonesia bisa terhindar dari kehancuran dan atau kegagalan sebagai negara, persoalan dan ancaman yang disampaikan adalah realitas yang tidak bisa dipungkiri. Arnold Toynbee seperti yang dikutip Thomas Lickona dalam bukunya Character Matters menandaskan, “Dari dua puluh satu peradapan dunia yang dapat dicatat, sembilan belas hancur bukan karena penaklukan dari luar, melainkan karena pembusukan moral dari dalam.” Maka ajakan Capres Jokowi untuk Restorasi Indonesia dan Revolusi mental bersifat sangat mendasar dan mendesak.
Persoalannya, dari mana dan dengan chanel apa revolusi mental masyarakat dimulai?

02 Agustus, 2014

JOKOWI DAN REVOLUSI MENTAL (1)

Dalam sambutannya di Rakornas Partai Nasdem, Selasa 27 Mei 2014 lalu, Calon Presiden Jokowi mengajak semua peserta Rakornas untuk “berani membangun nilai-nilai baru dan memulai tradisi-tradisi baru.” Kalimat sederhana ini, sangat kaya makna dan mengandaikan adanya komitmen yang kuat dan kesiapan untuk bekerja keras. Tanpa komitmen dan kerja keras maka pembangunan nilai dan tradisi baru hanyalah jargon politik yang tidak ada bedanya dengan iklan anti korupsi Partai Demokrat beberapa waktu yang lalu.
Seruan Jokowi ini berhubungan dengan Visinya Restorasi Indonesia dan Revolusi Mental. Secara kasat mata Jokowi sudah melakukannya selama menjadi Walikota Solo dan Gubernur DKI Jakarta. Blusukan ke mana-mana, memberikan sanksi kepada petugas birokrasi yang mempersulit pengurusan administrasi kependudukan, tidak menerima gaji, dan masih banyak lagi.