Pengantar
Admin: UCANEWS INDONESIA, Selasa 22 Okotber 2013, menurunkan sebuah artikel
menarik perihal tanggapan Gereja Katolik terhadap Keputusan Pengadilan Tinggi
Malaysia perihal larangan penggunaan kata Allah. Artikel ini menarik untuk
disimak, bukan hanya karena keberanian Mgr. Tan Sri Murphy Pakiam untuk
mengkritisi keputusan Pengadilan tetapi lebih dari itu sebagai sebuah
pembelajaran bagi Negara-negara bangsa seperti Indonesia dalam membina
kerukunan hidup antar umat beragama.
Pemimpin
Gereja Katolik Malaysia hari ini mengatakan bahwa keputusan Pengadilan Tinggi
terkait larangan penggunaan kata Allah sama saja dengan menganiaya orang
Kristen di Malaysia.
Uskup
Agung Tan Sri Murphy Pakiam menyatakan bahwa tiga hakim keliru dalam membuat
keputusan dengan melarang mingguan Katolik Herald menggunakan kata
Allah.
Dia
mengatakan orang Kristen di Malaysia telah menggunakan kata itu dengan damai
selama berabad-abad dan “kami menolak keputusan hakim”.
“Sebagai
Ketua Presidium Konferensi Waligereja Malaysia, saya ingin mengatakan bahwa
tiga hakim keliru dalam temuan mereka bahwa kata Allah tidak esensial atau
bukan merupakan bagian integral dari agama Kristen”, kata uskup agung itu
dalam sebuah pernyataan hari ini.
“Setiap
orang Kristen yang salah mengucapkan doa ini, akan diekskomunikasi dan dianggap
sesat,” tegasnya, seraya menambahkan bahwa Allah adalah terjemahan Bahasa
Malaysia dan sama dengan Allah dalam Bahasa Arab.
Dia
juga menjelaskan bahwa kata itu tidak esensial bagi iman Kristen adalah bentuk
penolakan terhadap hak asasi komunitas Kristen untuk berbicara Bahasa Malaysia,
yang menggunakan kata Allah dalam ibadah mereka, buku-buku doa, Alkitab dan
publikasi lainnya.
Uskup
Agung Pakiam mengatakan ada ribuan orang Kristen berbicara bahasa Malaysia dari
Sabah hingga Sarawak yang berada di universitas-universitas, angkatan
bersenjata, polisi dan di sektor sipil dan swasta di Semenanjung Malaysia.
Prelatus
itu menambahkan bahwa setengah dari gereja dan kapel di Semenanjung Malaysia
saat ini mengadakan minimal satu kali kebaktian atau memberikan pelajaran agama
dalam Bahasa Malaysia setiap minggu.
“Sebagai
komitmen pemimpin agama, kami harus memastikan bahwa kami hormat melayani
mereka dalam bahasa nasional.”
“Karena
alasan ini, kami tidak menerima keputusan hakim dan bersama para pemimpin
Gereja lain yang juga telah menyuarakan keberatan mereka.”
“Kami
bangga bahwa para pemimpin agama lain dan organisasi telah mendukung pernyataan
serupa.”
Dia
meminta Perdana Menteri Datuk Seri Najib Razak mengambil langkah untuk
menghentikan indoktrinasi karena hal itu akan membuat warga Melayu baik
individu maupun organisasi akan menuju radikalisme yang memecah belah.
Uskup
Agung Pakiam juga mendesak semua orang Malaysia, banyak di antara mereka telah
sangat diuntungkan dengan pendidikan yang diberikan di sekolah-sekolah misi.
“Kami
terus berdoa agar Tuhan memberkati dan mencerahkan semua orang Malaysia untuk
menerima satu sama lain dalam kesatuan dan keragaman,” kata uskup agung itu.
Pada
Senin pekan lalu, tiga hakim Pengadilan Banding memutuskan bahwa Herald
dilarang menggunakan kata Allah, menjungkirbalikkan keputusan Pengadilan Tinggi
pada Desember 2009.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar