PENGANTAR
Gereja sejak masa-masa awalnya
melihat Maria, Bunda Yesus, sebagai Bunda Penolong Abadi. Tanpa sedikit pun
mengaburkan perang Kristus sebagai satu-satunya perantara antara Allah dan
Manusia, Gereja menghormati Maria mediatrix,
pembicara yang baik’, ‘pembantu’, dan ‘penolong’ kaum beriman. Makna Maria Bunda Penolong
Abadi dipahami dalam konteks mediatrix
ini. Bunda Maria menjadi penyambung lidah umat beriman. Setiap orang yang
kesulitan, dan memohon bantuan Bunda Maria, permohonannya akan ‘dibicarakan’
Maria kepada Yesus putranya. Maria akan selalu membantu dan menolong semua
pengikut Kristus yang memohon bantuannya.
Gereja timur maupun Barat sama-sama meyakini peran Maria sebagai mediatrix ini. Dalam rumusan doa Sub Tuum Praesidium keyakinan tersebut tergambarkan dengan sangat gamblang. Kendati Gereja Barat dan Timur mendasarkan doa tersebut pada dua tradisi berbeda (Gereja Barapat berdasarkan ritus koptik dan Gereja Timur berdasarkan ritus Bizantium) kedua tradisi menunjukkan keyakinan yang sama, yakni Maria Bunda Penolong. Rumusan doa tersebut adalah sebagai berikut: “Kami berlindung kepadamu, Bunda Allah yang suci. Janganlah mengabaikan doa kami, di saat kami dirundung nestapa. Bebaskanlah kami selalu dari segala mara bahaya, yang Perawan mulia yang terpuji.”
Peran Maria sebagai pengantara dapat ditemukan
dengan mudah dalam Kitab Suci maupun tradisi-tradisi teologis yang selalu hidup
dalam Gereja Katolik sejak masa-masa awal Gereja hingga sekarang.
DASAR BIBLIS
Peristiwa anunsiasi Nazareth dalam Lukas 1:
26-38 menjadi pintu masuk untuk memahami peran Maria sebagai mediatrix. Dengan berfiat: "Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut
perkataanmu itu," (Luk 1:38) Bunda Maria menerima tawaran Allah menjadi
Ibunda satu-satunya Perantara yakni Yesus Kristus. Ketika membuka rahimnya bagi
Sang Sabda, Maria tidak sekedar menjadi pemelihara Yesus, tetapi juga selalu
berjalan di samping Yesus selama menjalankan misi-Nya, maka Maria akan menjadi
‘pembisik’ yang baik antara umat beriman dengan Yesus.
Perkawinan di Kana menjadi contoh terbaik peran Maria sebagai mediatrix atau ‘pembisik’ yang baik
tersebut. “Ketika mereka kekurangan
anggur, ibu Yesus berkata kepada-Nya: "Mereka kehabisan anggur." (Yoh 2: 3).
Maria meminta Yesus melakukan sesuatu, untuk membantu tuan pesta yang kehabisan
anggur. “Kata
Yesus kepadanya: Mau apakah engkau dari pada-Ku, ibu? Saat-Ku belum tiba."(Yoh 2: 4).
Kendati mendapatkan jawaban yang tidak mengenakan, Maria yakin Yesus akan
mengabulkan permohonannya. Tanpa menghiraukan kata-kata Yesus, Maria meminta
kepada para pelayan: "Apa yang dikatakan kepadamu, buatlah itu!" (Yoh 2:5).
Dan terjadilah, Yesus mengubah air menjadi anggur. Inilah mukjizat Yesus yang
pertama (bdk Yoh 2:11), dilakukan atas permintaan Bunda Maria, untuk membantu
tuan pesta yang kehabisan anggur.
Peristiwa di kaki Salib Yesus menjadi
titik terjelas peran Maria sebagai mediatrix.
Ketika Yesus melihat ibu-Nya dan murid yang dikasihi-Nya di sampingnya,
berkatalah Ia kepada ibu-Nya: "Ibu, inilah, anakmu!" Kemudian
kata-Nya kepada murid-murid-Nya: "Inilah ibumu!" (Yoh 19: 26-27). Yesus
meminta Maria menjadi ibu bagi pengikut-Nya, dan sebaliknya meminta
pengikut-Nya untuk menjadi Maria sebagai ibu mereka. Maria menjadi ibu bagi
Yesus dan juga para pengikut-Nya. Maria ada di tengah antara Yesus dan para
pengikut-Nya yakni Gereja.
AJARAN GEREJA
Santo Yohanes Paulus II dalam ensklik
Redemptoris Mater mengatakan bahwa
peran Maria sebagai mediatrix erat
berkaitan dengan keibuannya. Bunda Maria merupakan Ibunda historis Yesus
sekaligus ibunda teologis bagi para pengikut-Nya. Keputraan Yesus telah
mengangkat semua pengikut-Nya untuk menjadi putra-putri Allah (filiasi). Makna
filiasi dipertemukan dalam keibuan Maria.
Konsili
Vatikan II menegaskan bahwa kebenaran akan kepengantaraan
Maria merupakan “keikutsertaan dalam sumber satu-satunya
yaitu kepengantaraan Kristus sendiri”. Oleh karena itu “Gereja
tidak ragu-ragu mengakui peran serta Maria. Dia mengalaminya
terus menerus dan menganjurkannya kepada hati kaum
beriman, sehingga dengan merasa dikaitkan oleh pertolongan
bunda, mereka kiranya dapat lebih dekat kepada Sang
Perantara dan Penebus” (LG 62). Peran
tersebut sekaligus bersifat khusus dan luar
biasa . Hal itu mengalir dari pribadi Maria sebagai Bunda
Allah dan dapat dipahami serta dihayati dalam iman hanya berdasarkan
pada kebenaran utuh keibuanya. Karena, berkat pemilihan
Allah, Maria merupakan Bunda duniawi Sang Putera yang
sehakikat dengan Bapa, serta karena Maria adalah “rekan Sang
Putera” dalam karya penebusan, maka “Dia adalah Ibu kita dalam
kurnia” (LG 61). Peran tersebut menentukan dimensi sebenarnya kehadiran
Maria dalam misteri penyelamatan Kristus dan Gereja.
Senada dengan itu Katekismus Gereja
Katolik menjelaskan, perawan Maria yang dihormati dan diakui sebagai Bunda
Allah dan Bunda Penebus yang sesungguhnya, ia sesungguhnya juga Bunda para
pengikut Kristus (KGK 963). Tugas Maria terhadap Gereja memang tidak terlepas
dari persatuannya dengan Kristus, tetapi langsung berasal dari dirinya.
Persatuan Bunda dengan Putranya dalam karya penyelamatan terungkap sejak saat
Kristus dikandung hingga wafat-Nya di kayu salib (KGK 964).
Sesudah Yesus naik ke surga, Maria
menyertai Gereja dengan doa-doanya (KGK 965), dan selalu memohon anugerah Roh
Kudus yang menaunginya sejak anunsiasi Nazaret untuk menyertai Gereja (LG 59).
Di sini nampak sangat jelas peran Maria sebagai mediatrix, tidak hanya ketika Gereja memohonnya, melainkan secara
hakiki menjadi mediatrix dalam peran
keibuannya.
PENUTUP
Bunda Maria menjadi Bunda Penolong Abadi bagi Gereja menemukan dasarnya dalam peran keibuan Maria. Maria menjadi ibunda Yesus dan juga para pengikut Yesus. Peran keibuan Maria mendapatkan matranya dalam anunsiasi Nazaret dan peristiwa di kaki salib Yesus. Pada mulanya Maria menjadi ibu historis Yesus, selanjutnya menyertai pengikut-pengikut Yesus yakni Gereja sebagai Bunda. Maria berada di tengah antara Yesus dan para pengikut-Nya. Dengan demikian ia memainkan perannya sebagai mediatrix.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar