Oleh: Matias Sira Leter, S. Fil
Peristiwa yang diceritakan Lukas 1:26-38 biasa disebut Anunsiasi Nasareth atau peristiwa Maria Menerima Kabar Gembira dari Malaikat Gabriel. Pertama kali membaca teks ini yang muncul dalam pikiran dan hati saya adalah: “Teks ini guru buanget.” Teks ini mengatakan dengan amat gamblang bagaimana menjadi “Guru Kristiani.”
1. Kabar Gembira
a. Peristiwa
Injil hari ini sering disebut: anunsiasi nasareth atau Maria menerima kabar
Gembira dari Malaikat Gabriel. Pedoman penyelenggaraan Lembaga Pendidikan
Katolik, menegaskan bahwa Sekolah Katolik
adalah sarana pewartaan kabar gembira. Jika sekolah merupakan sarana maka para
Guru adalah PEWARTA KABAR GEMBIRANYA.
b. Malaikat
Gabriel datang ke Nasareth bertemu Maria lalu mengatakan pesan dari Allah
kepadanya. Ini merupakan makna terdalam dari Guru.
Bagaimana seorang Guru Kristiani memandang ‘apa’ yang dilakukan dan
dihidupinya. Apakah sebagai sebuah profesi? Apakah sebuah karir? Atau sebuah
panggilan? Jawaban atas tiga pertanyaan retoris ini sangat tergantung pada
refleksi dan permenungan pribadi setiap Guru Kristiani. Sudah pasti bahwa
jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini sangat berpengaruh pada kenerja setiap
guru. Jawaban ini merupakan mindset
dan lebih dari itu merupakan spirit atau
jiwa yang melandasi karya pendidikan
seorang guru.
c. Teks
ini memperlihatkan kepada kita Karakter dari pesan yang disampaikan malaikat
Gabriel kepada Bunda Maria itu adalah membangun, memberikan harapan akan
keselamatan. Guru Kristiani sebagai pewarta Kabar Gembira sedapat mungkin
menjadi pendidik yang membawa pesan konstruktif atau memiliki energi positif.
Pesan konstruktif ini menurut Paus Paulus
VI dalam Evangelii Nuntiandi
melalui dua (2) cara yakni kata-kata dan kesaksian hidup. Pesan konstruktif
dari Guru Kristiani bisa dirangkum dalam hal: pembangunan kecerdasan
(intelektual, emosional dan sosial, spiritualitas, psikomotorik dan ketahanan)
dan pembangunan karakter. Di sini Guru Kristiani memainkan peran sebagai agen perubahan.
Namun untuk mencapai itu setiap Guru Kristiani sebisa mungkin memiliki Visi-Misi
sendiri dalam mendidik peserta didik. Guru harus memiliki mimpi, memiliki
idealisme dalam mengajar. Mengajar tidak menjadi tuntutan profesi, mengajar
tidak menjadi rutinitas yang dijalankan selama bertahun-tahun, mengajar tidak
sekedar untuk mengejar karir, namun mengajar dilihat sebagai panggilan jiwa,
dorongan ilahi yang timbul karena kasih. Karena itu sudah sepantasnya kita
tempatkan KASIH sebagai AWAL DARI PENDIDIKAN.
d. Pada awalnya Maria merasa takut ketika menerima kabar itu. Hal ini sangaatlah
manusiawi. Orang yang menerima pesan dari kita, bisa saja kuatir, takut, tidak percaya diri dan sikap pesimistis lainnya. Peserta
didik yang ada dalam ruang kelas bukanlah kertas putih atau tabula rasa yang
kosong. Peserta didik adalah bagian dari keluarga maupun masyarakat. Sudah
pasti anak didik ketika masuk ke dalam kelas sudah membawa serta
persoalan-persoalan keluarga maupun masyarakat yang mereka alami. Karena itu
penerimaan peserta didik terhadap pesan yang disampaikan Guru pun bervariasi
sesuai dengan situasi batin dan situasi hidup mereka. Bisa terjadi banyak di antara mereka yang
terusik, tersinggung, terganggu, mau memberontak, memprotes nilai yang
disampaikan, terasing, tidak berharga, tidak diperhatikan, tidak diterima,
tidak dikasihi, dll.
Persoalan-persoalan ini adalah persoalan dasariahmanusia yang berdampak pada tingkah laku anak didik, seperti: tidak
mengerjakan PR, bolos, bandel, mencuri, dll. Dalam filsafat, tingkah laku
seperti ini disebut fenomena atau gejala yang muncul. Di bawah fenomena ini
adalah substasi yang mendasari tingkah laku mereka. Guru Kristiani yang baik,
tidak menangani atau menyelesaikan fenomena, melainkan mengurai substasi yang
mendasari fenomena ini. Dalam bahasa
masyarakat banyak, tingkah laku itu disebut puncak gunung es. Puncaknya itu
sangatlah kecil. Namun bagian terbesar dari gunung es itu ada dalam laut.
e. Malaikat Gabriel memberikan ketenangan dan kenyamanan kepada Maria: “Jangan takut Maria
karena Engkau beroleh kasih karunia di hadapan Allah.” Tugas Guru Kristiani adalah memberikan kenyamanan dan ketenangan
kepada peserta didik. Ada lima (5) kebutuhan dasar manusia, yakni: aman,
bernilai, dihargai, dipahami dan dicintai. Sebisa mungkin Guru Krisitiani
mengakomodir kelima kebutuhan dasar ini dalam proses pembelajaran. Banyak anak
yang tidak mendapatkan ini baik dalam kehidupan berkeluarga maupun
bermasyarakat. Dengan demikian diharapkan ruang kelas menjadi ruang yang
menyenangkan bagi peserta didik karena pendidiknya adalah orang yang memahami
kebutuhan mereka.
Selain itu, dalam proses pembelajaran adalah baik juga metode pembelajaran penyelesaian masalah atau dalam bahasanya Paulo Freire: solving problem
Education. Guru sebisa mungkin
menjadi solusi bagi peserta didik dalam menghadapi persoalan hidup, dan
mendidik anak untuk selalu menjadi bagian dari solusi dan bukan bagian dari
masalah.
f.
Satu hal aktual lain dalam kehidupan Guru
adalah persoalan lagi yang dikeluhkan Maria kepada Malaikat Gabriel: “Bagaimana
mungkin hal itu bisa terjadi, karena aku belum bersuami.” Maria menyadari betul
dengan situasi lingkungan di sekitarnya. Maria kuatir dengan penilaian
orang-orang terhadap dirinya. Gosip, isu, fitnah dan yang sejenisnya.
Kecenderungan untuk berpikir negatif. Negative thinking. Ketika kepala sekolah
sering berbicara dengan seorang guru, ketika kepala sekolah memberikan. Ketika
kepala sekolah sering berbicara dengan seorang guru, ketika kepala sekolah
memberikan memberikan banyak tugas kepada seorang guru, ketika kepala sekolah sering meminta pendapat orang
tertentu, dll bisa menjadi pergunjingan seru di ruang guru. Orang menjadi begitu mudah untuk menilai negativ
terhadap orang tertentu atau kepala sekolah atau siapapun tanpa lebih dahulu
mengerti atau memahami apa yang sungguh-sungguh terjadi.
Untuk memahami bagian ini secara lebih jelas, mari kita sama-sama
menyimak cerita ini: ada seorang kakek
bersama dengan cucunya berjalan-jalan keliling kampung bersama keledai mereka.
Karena sang kakek begitu mencintai cucunya, sang kakek meminta agar sang cucu
menunggangi keledai itu dan kaketnya yang akan
menuntun keledainya. Kendati ditolak oleh sang cucu, karena terus
didesak oleh kakek akhirnya sang cucu naik juga ke atas punggung keledai itu.
Kakek yang penyayang itu menuntun keledainya. Perjalanan mereka kemudian melewati
sekolompok orang. “Cucu gak tau diri, masa kakeknya yang sudah tua disuruh
jalan, sementara dia enak-enakan naik keledai,” cela orang-orang yang ada di
situ. Kakek dan cucunya itu saling pandang. “Biar kakek aja yang tunggang
keledainya, saya yang nuntun, ya kek,” pinta sang cucu. Untuk menghindari celaan yang lebih kasar
sang kekekpun mau untuk tunggang keledai, lalu dituntun cucunya. Ketika
melewati kerumunan orang, ada lagi komentar dari orang-orang yang ada di sana:
“Kakek macam apa itu, cucunya di suruh nuntun keledai sementara dia enak-enakan
duduk di atasnya.” Kakek dan cucunya itu kembali berpandangan. Keduanya
kemudian memutuskan untuk menuntun keledai itu bersama, tidak ada yang
menunggang. Orang-orang yang melihat itu mengatakan: “kakek dan cucu edan, ada
keledai kok dituntun, tidak ditunggang.”
Negative thinking cenderung mengadili tanpa mau tahu apa yang
sesungguhnya terjadi. Guru Kristiani diharapkan membangun pola pikir positive,
saling mendukung, kerja sama, bahu membahu, berjuang bersama untuk mencapai
cita-cita pendidikan yang diharapkan bersama.
2.
Fiat
Maria: Ini adalah salah satu titik paling menentukan dalam sejarah
keselamatan. “Sesungguhnya aku ini hamba Tuhan terjadilah padaku menurut perkataanmu
itu.” Maria menerima semua yang dikehendaki Tuhan pada dirinya dan kesediaan
untuk melaksanakan itu. Maria dalam teks ini tidak banyak berbicara. Menerima
bukanlah tipe perempuan ‘ngenkelan’ yang
suka membantah. Setelah menerima penjelasan Maria menerima, dan berkomitmen
untuk berbakti. Hal ini bukan berarti Maria adalah tipe orang yang menerima
begitu saja. Maria adalah tipe wanita perenung. Dia merenungkan semua yang
dikatakan itu dalam hatinya, kendati kadang ia sendiri tidak memahaminya.
Permenungan Maria inilah yang menjadi kekuatan utama Maria dalam menjalankan
tugas perutusannya. Karena banyak Mariolog mengatakan Maria bahkan sudah lebih
dahulu mengandung dan melahirkan kabar gembira sebelum Yesus.
Di sinilah letak kekuatan Guru Kristiani. Pekerjaan yang dijalankan,
proses pembelajaran dan semua hal yang dilakukan di sekolah, akan mendapatkan dasarnya yang kuat ketika
terus direfleksikan, direnungkan. Permenungan ini memberikan makna dan dasar
karya pelayanan pendidikan Kristiani. Pada titik inilah seorang guru Kristiani
dapat menemukan ‘pekerjaan’ yang ia jalankan sehari-hari ini dilihatnya sebagai
panggilan hidup atau sebagai apa? Diharapkan permenungan guru-guru Kristiani
sampai pada titik bahawa pekerjaan sebagai guru adalah sebuah panggilan hidup
yang harus ia jalani. Jika ini merupakan panggilan hidup maka Guru Kristiani
pun menyadari bahwa: “untuk karya inilah
Tuhan menciptakan saya.” Karena itu
saya harus memiliki KOMITMEN dalam melaksanakan tugas perutusan saya ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar